Kami tidak mengetahui mengenai keabsahan hadits ini, yaitu hadits:
ﻧَﺤْﻦُ ﻗَﻮْﻡٌ ﻻَ ﻧَﺄْﻛُﻞُ ﺣَﺘَّﻰ ﻧَﺠُﻮْﻉَ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺃَﻛَﻠْﻨَﺎ ﻻَ ﻧَﺸْﺒَﻊُ
“Kami adalah kaum yang tidak makan sampai kami lapar dan jika kami makan
maka kami tidak (sampai) kenyang.”
Ucapan ini biasa didengar dari sebagian tamu padahal di dalam sanadnya
terdapat kelemahan. Mereka (sebagian tamu) biasa mengatakan: Dari Nabi
shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,
“Kami adalah kaum yang tidak makan sampai kami lapar dan jika kami makan
maka kami tidak (sampai) kenyang.”
Maksudnya mereka ini makan secara sederhana. Makna hadits ini benar akan
tetapi ada kelemahan di dalam sanadnya. [Sisi kelemahannya bisa dilihat dalam
Zaad Al-Ma’ad dan Al-Bidayah karya Ibnu Katsir]
Amalan seperti ini baik untuk (tubuh) manusia, yaitu jika dia makan karena
sudah lapar atau memang butuh untuk makan. Jika dia makan, maka dia tidak
berlebihan dalam makan dan tidak sampai kenyang yang berlebih. Adapun jika
kenyangnya tidak memudharatkan dirinya maka itu tidak mengapa.
Orang-orang di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam dan zaman selainnya,
mereka makan dan mereka kenyang. Hanya saja yang dikhawatirkan (mendatangkan
mudharat) adalah kekenyangan yang berlebihan. Nabi shallallahu alaihi wasallam
pada sebagian kesempatan pernah diundang untuk menghadiri walimah (resepsi
pernikahan), beliau juga sering menjamu tamu dan menyuruh mereka makan, lalu
mereka pun makan sampai mereka kenyang. Kemudian setelah itu barulah beliau dan
para sahabat yang tersisa ikut makan.
Di zaman beliau shallallahu alaihi wasallam diriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah
Al-Anshari pernah mengundang Nabi shallallahu alaihi wasallam -pada hari
Al-Ahzab yaitu hari perang Khandaq- untuk menyantap hidangan berupa hewan
sembelihan yang kecil yang disantap bersama dengan sedikit gandum. Maka Nabi
shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk memotong roti (gandum) dan
daging tersebut, lalu beliau memanggil para sahabat sepuluh-sepuluh orang untuk
makan. Maka mereka pun makan sampai mereka kenyang kemudian mereka pergi,
kemudian datang lagi 10 orang berikutnya, dan demikian seterusnya. Maka Allah
memberkahi gandum dan daging tersebut, sehingga semua sahabat yang jumlahnya
banyak waktu itu bisa makan seluruhnya, namun tetap saja masih banyak makanan
yang tersisa sehingga mereka membaginya kepada tetangga-tetangga mereka.
Pada suatu hari Nabi shallallahu alaihi wasallam juga pernah memberi minum
susu kepada ahlu ash-shuffah (para sahabat yang tinggal di masjid, pent.). Abu
Hurairah berkata, “Maka aku memberikan minum kepada mereka sampai hilang dahaga
mereka. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Minumlah wahai Abu
Hurairah,” Abu Hurairah menjawab, “Saya sudah minum.” Kemudian beliau bersabda,
“Minum lagi,” maka saya kembali minum. Kemudian beliau bersabda, “Minum lagi,”
maka saya minum lagi. Kemudian saya berkata, “Demi yang mengutusmu dengan
kebenaran, saya sudah tidak kuat lagi (untuk minum).” Kemudian Nabi shallallahu
alaihi wasallam mengambil minuman yang tersisa lalu beliau alaihishshalatu
wassalam minum.”
Hal ini menunjukkan bolehnya kenyang dalam makan dan minum, hanya saja
jangan sampai dalam taraf membahayakan.